Dan Aku Membatu
Puspa...
Angsa betina yang kau sembunyikan
Adalah racun pertama yang berhasil mematikan separuh jiwa
Di hari-hari pertama
Ketika benih kepercayaan mulai aku tancapkan satu-satu
Dia Puspa ...
Angsa betina milikmu
Terus berselancar di tiap-tiap gerbong kereta Surabaya, ia mengacaukan impianku
Aku pikir akulah si buruk rupa
Kalah elok dengan bulu angsa peliharaanmu
Tapi dia tak seputih yang kukira
Sebagian bulu perindunya penuh duri
Terus menerus ia melukai jari-jari rapuhku
Aku menjadi paling buruk rupa
Hari berlalu...
Ketakutanku makin memburuk
Apalagi saat kau beri cermin belanga ...
Empat tahun setelahnya
Aku baru saja berniat lupa
Aku masih menunggu
Hari-hari yang kau janjikan sebagai pengganti kesabaran
Lalu tibalah hari itu
Bukan lembayung yang kau kalungkan
Tapi cacian atas penantian yang tak kunjung datang
Kau sebut aku gila
Kau sebut otakku tak ada
Tercecer bersama benturan-benturan trauma yang menghantui masa laluku
Kau tak lagi hanya membawakanku cermin
Kau hadiahkan pipit yang pandai sekali menjerit
Dipatuknya aku...
Berdarahnya aku...
Dan dia bahagia karena menjadi penolongmu
Aku membatu
Bukan lagi hilang sebagian sisa jiwa
Tapi kali ini wajahku padam
Akulah si buruk rupa
Perempuan tanpa otak yang kau tuduh sakit jiwa
Aku telah meletihkan badan dan pikiran untukmu
Menggantungkan mimpi yang teramat ingin tapi tak mampu
Demi untuk bisa merawatmu
Tapi siapalah aku
Mengurus diriku sendiri saja aku tak mampu
Kau harus tau
Pipit yang kau lepas mematukku
Tiap waktu menghantui gerakku
Baginya aku adalah objek yang harus dibuat fana
Hinaan terus datang
Dan kau mendukungnya
Lalu bulan lalu
Kau simpan gambar bersayap lainnya
Siapa dia?
Untuk apa?
Supaya kau puas memandanginya
Lalu lupa disampingmu hanya ada si buruk rupa
Mungkin bukan kau yang jahat
Akulah yang terlalu buruk
Buruk dalam memaafkanmu
Buruk dalam wujud dan rupaku
Komentar
Posting Komentar